Iswadi Idris

Mantan Pemain PSSI

Iswadi Idris (lahir di Banda Aceh, Aceh, 18 Maret 1948 – meninggal di Jakarta, 11 Juli 2008 pada umur 60 tahun) adalah salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia [1]. Pemain yang dijuluki "Boncel" karena tubuhnya relatif pendek (tinggi 165 cm) ini termasuk pemain paling berbakat yang dimiliki Indonesia. Ia memperkuat timnas PSSI sebagai pemain gelandang pada era 1960-an dan 1970-an. Selama menjadi pemain, Bang Is, demikian ia akrab disapa, sangat menggemari nomor punggung 13.

Karier
Persija Jakarta ( Kejurnas PSSI 1966 )
Iswadi Idris mengawali debutnya bersama dengan Persija pada tahun 1966. Ia mengawali debutnya bersama Persija dengan memperoleh hasil buruk ketika timnya hanya
menempati peringkat 4 pada kompetisi Perserikatan tahun 1966.

PSSI menetapkan Persija dan PSMS sebagai juara bersama pada kompetisi Perserikatan tahun 1975
-------------
Kejurnas PSSI 1975
Kemudian pada tahun 1975, ia berhasil membawa Persija juara Perserikatan bersama dengan PSMS karena pertandingan antara Persija dan PSMS terjadi kericuhan antar pemain.
Ketika itu Persija mengawalinya dengan kemenangan atas Persigowa. Gol satu-satunya ketika itu dicetak oleh Djunaedi Abdillah pada menit ke 85.
Ia mencetak gol pertamanya pada saat Persija berhasil dikalahkan oleh klub asal Papua, Persipura dengan skor 4-2. Ia mencetak gol melalui titik putih pada menit 41. Kemudian ia berhasil memborong dua gol dan berhasil membawa Persija menang atas PS Bangka. Masing-masing golnya dicetak pada menit ke 16 dan 39.
Ia juga mencetak gol pembuka pada menit 68 ketika bertanding melawan Persebaya dan berhasil membawa timnya menang 2-0 dan lolos ke putaran final.
Di partai final, Persija bertemu dengan PSMS Medan dan pertandingan terpaksa harus dihentikan pada menit 40 karena terjadi clash antarpemain dan pembangkangan terhadap wasit sehingga PSSI menetapkan keduanya sebagai juara bersama.

Kejurnas PSSI 1978
Pada tahun 1978 ia tidak berhasil membawa Persija menjadi juara bertahan dalam Kompetisi Perserikatan 1978 setelah dalam partai final kalah 4-3 dari Persebaya di Stadion Utama Senayan, Jakarta.
Golnya dihasilkan pada saat babak penyisihan grup melawan PSP 3-1. Ia mencetak gol pada menit 65.
Pada saat babak perempat final ia juga mencetak gol pada menit 2 saat Persija membantai Persipura 5-1.
Pada saat babak semifinal, Persija ketika hanya bermain imbang melawan PSMS 1-1 dan pertandingan diakhiri dengan adu penalti. Ia ketika itu ditunjuk menjadi eksekutor pertama dalam tendangan adu penalti. Ia akhirnya sukses menceploskan bola ke gawang PSMS dan membuat timnya menang 3-1 dalam adu penalti dan juga meloloskan Persija ke partai final.

PSPS
Pada tahun 1978, ia memutuskan untuk pindah ke Sumatera. Ia terakhir kali membela PSPS Pekanbaru. Disana ia lebih diposisikan sebagai sweeper atau sering disebut dengan libero. Karena disebabkan oleh faktor usia dia yang membuat ia sudah tidak punya lagi kecepatan seperti saat masa muda dulu. Ia akhirnya memutuskan untuk pensiun pada tahun 1980.

Tim nasional sepak bola Indonesia
Bersama dengan Soetjipto Soentoro, Abdul Kadir, dan Jacob Sihasale, dikenal dengan sebutan "kuartet tercepat di Asia" berkat kecepatan dan kelincahan mereka yang luar biasa. Iswadi juga terkenal sebagai pemain yang memiliki visi yang luas, disiplin, keras, dan berkarakter, baik di dalam maupun luar lapangan. Karena sosoknya tersebut, ia terpilih menjadi kapten timnas sejak awal 1970 sampai 1980. Tak hanya piawai di posisi gelandang, sejumlah posisi lainnya pun sempat ia lakoni selama membela timnas, mulai dari bek kanan hingga sweeper. Ia pun menjadi pelopor pemain serba bisa yang andal dalam berganti-ganti posisi sebelum diteruskan oleh Ronny Pattinasarani. Berkat kepiawaiannya tersebut Bang Is berhasil menjadi pemain Indonesia pertama yang dikontrak oleh klub asing yaitu Western Suburbs, Australia di tahun 1974-1975.

Piala Raja 1968
Ia memulai debutnya pada Piala Raja 1968 di Thailand. Ia mencetak 2 gol pada saat Indonesia bertemu Singapura yang berakhir dengan skor 1-7 bagi kemenangan Indonesia dan ia juga mencetak 3 gol dalam pertandingan melawan Malaysia yang berakhir dengan skor 6-1. Akhirnya ia bisa membawa timnya juara Piala Raja untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Turnamen Merdeka 1969
Debutnya di turnamen ini dengan mencetak 4 gol. Masing-masing golnya dicetak pada saat pertandingan Thailand dengan 3 gol dan pertandingan final melawan Malaysia dengan mencetak gol penutup dan golnya memastikan kemenengan 3-2 dan memastikan gelar juara bagi timnya untuk ke-3 kalinya dalam sejarah setelah beberapa tahun sebelumnya tidak sanggup meraih juara turnamen ini.

Pertandingan melawan Dinamo Moskwa
Pada tanggal 14 Juni 1970, Timnas Indonesia kedatangan klub asal Rusia, Dinamo Moskwa. Dinamo Moskwa ketika itu datang dengan membawa kiper terbaik dunia ketika itu, Lev Yashin. Tetapi Indonesia hanya kalah tipis dengan skor 0-1. Sebenarnya Indonesia memiliki peluang ketika Soetjipto mengirimkan umpan manis kepadanya. Namun ia lebih memilih mengumpan kepada Jacob Sihasale karena hampir tidak ada celah untuk bisa mencetak gol. Sayangnya Jacob tidak siap ketika menerima umpan darinya.

Asian Games 1970
Prestasi yang paling membanggakan di timnas adalah ketika ia berhasil membawa timnya meraih medali perak dalam Asian Games 1970. Ketika itu, Indonesia tergabung di Grup C bersama dengan Iran dan Korea Selatan. Sayangnya Indonesia hanya menempati urutan kedua dalam klasemen grup, namun posisi tersebut berhasil membawa timnya lolos ke babak perempat final. Di babak perempat final, perjuangannya harus terhenti setelah timnya kalah dari India dan Jepang. Hasil ini mengharuskan Indonesia harus bertanding dalam perebutan tempat kelima. Indonesia akhirnya berhasil meraih kemenangan atas Thailand seelah Soetjipto mencetak gol penentu kemenangan timnya 1-0. dan akhirnya Indonesia berhasil meraih medali perak.

Pertandingan melawan Brazil
Pada bulan Oktober 1972, Indonesia kedatangan tim asal Amerika Latin, Brazil. Ketika itu Brazil tampil dengan pemain-pemain bintangnya yang paling terkenal di antara mereka adalah Pele. Harapan masyarakat Indonesia, Brazil bisa menampilkan permainan yang menghibur. Namun ternyata Brazil cenderung memperlambat permainan dan hampir terjadi kericuhan antar pemain. Namun momen yang paling indah adalah ketika kiper Ronny Paslah berhasil menahan tendangan penalti Pele. Dan setelah itu, Ronny menjadi kiper yang terkenal di Asia.

Turnamen HUT Kota Jakarta 1972
Untuk ketiga kalinya, Indonesia ikut dalam turnamen ini dan ia juga berhasil membawa timnya menjadi juara Setelah dalam partai final mengalahkan Korea Selatan 5-2. Gol-golnya dihasilkan ketika timnya menggunduli Laos 5-1 dan pada saat Indonesia mengalahkan musuh bebuyutannya, Malaysia 3-0. Ia juga turut menyumbangkan masing-masing 1 gol ketika Indonesia mencukur Republik Khmer dan ketika Indonesia mengalahkan Korea Selatan.

Piala Presiden 1972
Debut pertamanya di piala presiden pada tahun 1972. Namun ia tidak berhasil membawa timnya menjadi juara setelah babak final kalah dari Burma 1-3. Dalam pertandingan terakhir babak penyisihan grup, ia dan kawan-kawan berhasil menggunduli Filipina 12-0, rekor kemenangan terbesar sepanjang sejarah sebelum akhirnya rekor tersebut berhasil dipatahkan pada saat Indonesia menang 13-1 atas tim yang sama yaitu Filipina. Hasil ini memastikan timnya menjadi juara grup B. Timnya berhasil meraih 2 kali kemenangan dan 1 kali seri dan tak terkalahkan. Dalam pertandingan semifinal timnya berhasil mengalahkan musuh bebuyutannya Malaysia 3-1 lewat babak perpanjangan waktu.

Sebagai Pelatih
Karier lainnya adalah sebagai pelatih. Ia pernah melatih tim Perkesa Mataram atau Mataram Putra, juga timnas nasional pra-Olimpiade 1988 bersama dengan M. Basri dan Abdul Kadir yang dikenal dengan sebutan "trio Basiska".

Sebagai Pengurus PSSI
Tahun 1994, Bang Is masuk ke dalam jajaran pengurus PSSI. Sejumlah jabatan pernah dipercayakan kepadanya mulai dari Direktur Kompetisi dan Turnamen PSSI, anggota Komisi Disiplin PSSI hingga Direktur Teknik PSSI. Terakhir ia menjabat sebagai Manajer Teknik Badan Tim Nasional serta tim monitoring bersama Risdianto dan Ronny Pattinasarani.

Akhir Hidup
Iswadi Idris terakhir berdomisili di Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Ia meninggal dunia di Jakarta, Jumat (11/7/2008) malam, sekitar pukul 20.00 WIB, akibat terserang stroke dan dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.

Perjalanan karier
MBFA (1957-1961)
IM Jakarta (1961-1968, 1970-1974)
Pardedetex (1968-1970)
Western Suburbs (1974-1975)
Jayakarta (1975-1981)
Persija (1966-1980)